Lanjut ke konten

TAYAMMUM

Maret 21, 2016

PENGERTIAN

Tayammum secara bahasa artinya menyengaja. Adapun menurut istilah syar’i adalah mengambil tanah yang suci untuk mengusap muka dan tangan dengan niat menghilangkan hadats karena tidak mendapatkan air atau berhalangan menggunakan air. (Lihat buku Thaharah Nabi, Tuntunan Bersuci Lengkap (terjemahan), karya Syaikh Said bin Ali bin wahf Qathani, Hal: 137).

DASAR TAYAMMUM

Firman Allah swt.

…dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur. (Qs. Al-Maaidah 5: 6).

 

… dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. (Qs. An Nisaa’ 4: 43).

Sabda Rasulullah saw.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اَللَّهِ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا; أَنَّ اَلنَّبِيَّ r قَالَ: { أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي: نُصِرْتُ بِالرُّعْبِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ, وَجُعِلَتْ لِي اَلْأَرْضُ مَسْجِدًا وَطَهُورًا, فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ اَلصَّلَاةُ فَلْيُصَلِّ } وَذَكَرَ اَلْحَدِيث َ ([1]) .

Dari Jabir Ibnu Abdullah ra, bahwa Nabi saw bersabda: “Aku diberi lima hal yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelumku yaitu aku ditolong dengan rasa ketakutan (musuhku) sejauh perjalanan sebulan; bumi dijadikan untukku sebagai tempat sujud (masjid) dan alat bersuci maka siapapun menemui waktu shalat hendaklah ia segera shalat.” (HR. Muttafaqun ‘Alaihi).

وَفِي حَدِيثِ حُذَيْفَةَ عِنْدَ مُسْلِمٍ: { وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا, إِذَا لَمْ نَجِدِ اَلْمَاءَ }   ([2]) .

Dan menurut Hadits Hudzaifah ra, yang diriwayatkan oleh Muslim disebutkan: “Dan debunya dijadikan bagi kami sebagai alat bersuci.”

وَعَنْ عَلِيٍّ t عِنْدَ أَحْمَدَ: { وَجُعِلَ اَلتُّرَابُ لِي طَهُورًا }   ([3]) .

Menurut Ahmad dari Ali r.a: Dan dijadikan tanah bagiku sebagai pembersih.

SEBAB BOLEHNYA BERTAYAMMUM

Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum:

  1. Jika tidak ada air baik dalam keadaan safar/dalam perjalanan ataupun tidak. Dalilnya ayat al-Qur’an diatas. (Asy Syaukani menambahkan keadaan yang dapat menyebabkan seseorang bersuci dengan tayammum dengan jauhnya air, kemudian beliau menambahkan batasan suatu jarak dikatakan tidak jauh dalam hal ini dengan adanya kemungkinan seseorang dapat mendapatkan air kemudian berwudhu dengannya dan dapat shalat pada waktunya. (Lihat As Saylul Jarar oleh Asy Syaukani rahimahullah 129/I, terbitan Darul Kutub ‘Ilmiyah, Beirut, Lebanon). Namun Syaikh Muhammad bin  Shaleh Al ‘Utsaimin mengatakan bahwa batasan dikatakan tidak jauh itu adalah ‘urf/penilaian masyarakat (Lihat Syarhul Mumti’ ‘ala Zaadil Mustaqni’ hal. 235).
  2. Terdapat air (dalam jumlah terbatas) bersamaan dengan adanya kebutuhan lain yang memerlukan air tersebut semisal untuk minum, memasak dan juga buat minum binatang ternak dan lain-lainnya.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { اَلصَّعِيدُ وُضُوءُ اَلْمُسْلِمِ, وَإِنْ لَمْ يَجِدِ اَلْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ, فَإِذَا وَجَدَ اَلْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اَللَّهَ, وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ } رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْقَطَّانِ, وَ لَكِنْ صَوَّبَ اَلدَّارَقُطْنِيُّ إِرْسَالَه ُ ([4]) .

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tanah itu merupakan alat berwudlu bagi orang Islam meskipun ia tidak menjumpai air hingga sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menggunakan air itu untuk mengusap kulitnya.” Diriwayatkan oleh al-Bazzar. Shahih menurut Ibnul Qaththan dan mursal menurut Daruquthni.

  1. Adanya kekhawatiran jika bersuci dengan air akan membahayakan badan atau semakin lama sembuh dari sakit.
    • Ketidakmapuan menggunakan air untuk berwudhu dikarenakan sakit dan tidak mampu bergerak untuk mengambil air wudhu dan tidak adanya orang yang mampu membantu untuk berwudhu bersamaan dengan kekhawatiran habisnya waktu shalat.
    • Khawatir kedinginan jika bersuci dengan air dan tidak adanya yang dapat menghangatkan air tersebut.

MEDIA YANG DAPAT DIGUNAKAN UNTUK TAYAMMUM

Media yang dapat digunakan untuk bertayammum adalah seluruh permukaan bumi yang bersih baik itu berupa pasir, bebatuan, tanah yang berair, lembab ataupun kering, tembok atau apa saja yang diyakini terdapat padanya debu. Dari Abu Umamah ra, Rasulullah saw bersabda:

وَجُعِلَتْ الْأَرْضُ كُلُّهَا لِي وَلِأُمَّتِي مَسْجِدًا وَطَهُورًا فَأَيْنَمَا أَدْرَكَتْ رَجُلًا مِنْ أُمَّتِي الصَّلَاةُ فَعِنْدَهُ مَسْجِدُهُ وَعِنْدَهُ طَهُورُهُ

Dijadikan bumi seluruhnya bagiku dan ummatku sebagai tempat untuk sujud dan sesuatu yang digunakan untuk bersuci; maka dimana saja shalat itu ditemukan seseorang dari umatku, maka disampingnya masjidnya dan bersucinya. (HR. Ahmad).

TATA CARA BERTAYAMMUM.

Cara bertayammum yang sesuai dengan sunnah Rasullullah saw adalah sebagai berikut:

  1. Niat di dalam hati.

Seseorang yang akan melakukan tayammum wajib berniat di dalam hati terlebih dahulu. Sabda Rasulullah saw:

عَنْ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى =متفق عليه= وغيرهما

Dari Umar bin Khattab ra, berkata, Aku mendengar Rasulullah saw bersabda, “Semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan mendapat (balasan) sesuai dengan yang diniatkannya…” =HR. Bukhari, Muslim dan lain-lain= Baca Al Irwa’, hadits no. 22.

  1. Membaca Basmalah.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { لَا وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اِسْمَ اَللَّهِ عَلَيْهِ } أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَأَبُو دَاوُدَ, وَابْنُ مَاجَهْ, بِإِسْنَادٍ ضَعِيف ٍ ([5]) .

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah sah wudlu seseorang yang tidak menyebut nama Allah.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Imam Ahmad, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

  1. Menepukkan kedua tangan ke tanah yang suci, cukup sekali tepukan. Kemudian mengusap telapak tangan ke muka. Setelah itu mengusap telapak tangan yang satu dengan yang lain secara bergantian, dimulai dari ujung-ujung jari hingga pergelangan tangan.

Sabda Rasulullah saw.

وَعَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: { بَعَثَنِي اَلنَّبِيُّ r فِي حَاجَةٍ, فَأَجْنَبْتُ, فَلَمْ أَجِدِ اَلْمَاءَ, فَتَمَرَّغْتُ فِي اَلصَّعِيدِ كَمَا تَمَرَّغُ اَلدَّابَّةُ, ثُمَّ أَتَيْتُ اَلنَّبِيَّ r فَذَكَرْتُ ذَلِكَ لَهُ, فَقَالَ: “إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكَ أَنْ تَقُولَ بِيَدَيْكَ هَكَذَا” ثُمَّ ضَرَبَ بِيَدَيْهِ اَلْأَرْضَ ضَرْبَةً وَاحِدَةً, ثُمَّ مَسَحَ اَلشِّمَالَ عَلَى اَلْيَمِينِ, وَظَاهِرَ كَفَّيْهِ وَوَجْهَهُ } مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ, وَاللَّفْظُ لِمُسْلِم ٍ ([6]) . وَفِي رِوَايَةٍ لِلْبُخَارِيِّ: وَضَرَبَ بِكَفَّيْهِ اَلْأَرْضَ, وَنَفَخَ فِيهِمَا, ثُمَّ مَسَحَ بِهِمَا وَجْهَهُ وَكَفَّيْه ِ ([7]) .

Dari Ammar Ibnu Yassir ra berkata: Nabi saw telah mengutusku untuk suatu keperluan lalu aku junub dan tidak mendapatkan air maka aku bergulingan di atas tanah seperti yang dilakukan binatang kemudian aku mendatangi Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam dan menceritakan hal itu padanya. Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “sesungguhnya engkau cukup degnan kedua belah tanganmu begini.” Lalu beliau menepuk tanah sekali kemudian mengusapkan tangan kirinya atas tangan kanannya punggung kedua telapak tangan dan wajahnya. (HR. Muttafaqun ‘Alaihi) Dan lafadznya menurut Muslim.

Dalam suatu riwayat Bukhari disebutkan: Beliau menepuk tanah dengan kedua telapak tangannya dan meniupnya lalu mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.

Berdasarkan hadits di atas kita dapat simpulkan bahwa tata cara tayammum Rasulullah saw adalah sebagai berikut.

  • Memukulkan kedua telapak tangan ke permukaan bumi dengan sekali pukulan kemudian meniupnya.
  • Kemudian menyapu punggung telapak tangan kanan dengan tangan kiri dan sebaliknya.
  • Kemudian menyapu wajah dengan dua telapak tangan.
  • Semua usapan baik ketika mengusap telapak tangan dan wajah dilakukan sekali usapan saja.
  • Bagian tangan yang diusap adalah bagian punggung telapak tangan sampai pergelangan tangan Maka mengusap tangan hingga siku seperti pada saat wudhu adalah perkara khilafiyah[8].

وَعَنِ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { التَّيَمُّمُ ضَرْبَتَانِ ضَرْبَةٌ لِلْوَجْهِ, وَضَرْبَةٌ لِلْيَدَيْنِ إِلَى اَلْمِرْفَقَيْنِ } رَوَاهُ اَلدَّارَقُطْنِيُّ, وَصَحَّحَ اَلْأَئِمَّةُ وَقْفَه ُ ([9]) .

Ibnu Umar ra, berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tayammum itu dengan dua tepukan. Tepukan untuk muka dan tepukan untuk kedua belah tangan hingga siku-siku.” HR. Daruquthni dan para Imam Hadits menganggapnya mauquf. (Hadits dha’if sekali riwayat Daruquthni 1806).

  • Bagi sebagian ulama, tayammum dapat menghilangkan hadats besar semisal janabah, demikian juga untuk hadats kecil.
  • Tidak wajibnya urut/tertib dalam tayammum.

PEMBATAL TAYAMMUM

Pembatal tayammum sebagaimana pembatal wudhu. Demikian juga tayammum tidak dibolehkan lagi apabila telah ditemukan air bagi orang yang bertayammum karena ketidak-adaan air dan telah adanya kemampuan menggunakan air atau tidak sakit lagi  bagi orang yang bertayammum karena ketidak-mampuan menggunakan air. Akan tetapi shalat atau ibadah lainnya yang telah ia kerjakan sebelumnya sah dan tidak perlu mengulanginya. Hal ini berdasarkan hadits Nabi saw dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri ra,

وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ t قَالَ: { خَرَجَ رَجُلَانِ فِي سَفَرٍ, فَحَضَرَتْ اَلصَّلَاةَ -وَلَيْسَ مَعَهُمَا مَاءٌ- فَتَيَمَّمَا صَعِيدًا طَيِّبًا, فَصَلَّيَا, ثُمَّ وَجَدَا اَلْمَاءَ فِي اَلْوَقْتِ. فَأَعَادَ أَحَدُهُمَا اَلصَّلَاةَ وَالْوُضُوءَ, وَلَمْ يُعِدِ اَلْآخَرُ, ثُمَّ أَتَيَا رَسُولَ اَللَّهِ r فَذَكَرَا ذَلِكَ لَهُ, فَقَالَ لِلَّذِي لَمْ يُعِدْ: “أَصَبْتَ اَلسُّنَّةَ وَأَجْزَأَتْكَ صَلَاتُكَ” وَقَالَ لِلْآخَرِ: “لَكَ اَلْأَجْرُ مَرَّتَيْنِ” } رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ, و النَّسَائِيّ ُ ([10]) .

Dari Abu Said Al-Khudry ra, berkata: Ada dua orang laki-laki keluar bepergian lalu datanglah waktu shalat sedangkan mereka tidak mempunyai air maka mereka bertayamum dengan tanah suci dan menunaikan shalat. Kemudian mereka menjumpai air pada waktu itu juga. Lalu salah seorang dari keduanya mengulangi shalat dan wudlu sedang yang lainnya tidak. Kemudian mereka menghadap Rasulullah saw dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka beliau bersabda kepada orang yang tidak mengulanginya: “Engkau telah melakukan sesuai sunnah dan shalatmu sudah sah bagimu.” Dan beliau bersabda kepada yang lainnya: “Engkau mendapatkan pahala dua kali.” Riwayat Abu Dawud dan Nasa’i

Juga hadits Nabi saw.

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ t قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ r { اَلصَّعِيدُ وُضُوءُ اَلْمُسْلِمِ, وَإِنْ لَمْ يَجِدِ اَلْمَاءَ عَشْرَ سِنِينَ, فَإِذَا وَجَدَ اَلْمَاءَ فَلْيَتَّقِ اَللَّهَ, وَلْيُمِسَّهُ بَشَرَتَهُ } رَوَاهُ اَلْبَزَّارُ, وَصَحَّحَهُ اِبْنُ اَلْقَطَّانِ, وَ لَكِنْ صَوَّبَ اَلدَّارَقُطْنِيُّ إِرْسَالَه ُ ([11]) .

Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tanah itu merupakan alat berwudlu bagi orang Islam meskipun ia tidak menjumpai air hingga sepuluh tahun. Maka jika ia telah mendapatkan air, hendaklah ia bertakwa kepada Allah dan menggunakan air itu untuk mengusap kulitnya.” HR. al-Bazzar. Shahih menurut Ibnul Qaththan dan mursal menurut Daruquthni.

[1] – صحيح. رواه البخاري (335)، ومسلم (521) وتمامه: ” وَأُحِلَّتْ لِي الْمَغَانِمُ وَلَمْ تَحِلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ وَكَانَ النَّبِيُّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ عَامَّةً ” والسياق للبخاري. تنبيه: هكذا الحديث في الأصل دون ذكر من أخرجه وكتب بالهامش: لعله سقط “متفق عليه”.

[2] – صحيح. رواه مسلم (522)، وأوله: “فضلنا على الناس بثلاث: جعلت صفوفنا كصفوف الملائكة، وجعلت…” الحديث.

[3] – حسن. رواه أحمد (763) وتمام لفظه: “أعطيت ما لم يعط أحد من الأنبياء” فقلنا: يا رسول الله! ما هو؟ قال: “نصرت بالرعب، وأعطيت مفاتيح الأرض، وسميت: أحمد، وجعل التراب لي طهورا، وجعلت أمتي خير الأمم”.

[4] – صحيح. رواه البزار (310 زوائد) وما بعده يشهد له.

[5] – حسن بشواهده . رواه أحمد (2/418)، وأبو داود (101)، وابن ماجه (399) .

[6] – صحيح. رواه البخاري (347)، ومسلم (368).

[7] – البخاري رقم (338).

[8] Lihat hadits nabi dalam riwayat Abu Dawud.

عَنْ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَرَّسَ بِأَوَّلَاتِ الْجَيْشِ وَمَعَهُ عَائِشَةُ فَانْقَطَعَ عِقْدٌ لَهَا مِنْ جَزْعِ ظَفَارِ فَحُبِسَ النَّاسُ ابْتِغَاءَ عِقْدِهَا ذَلِكَ حَتَّى أَضَاءَ الْفَجْرُ وَلَيْسَ مَعَ النَّاسِ مَاءٌ فَتَغَيَّظَ عَلَيْهَا أَبُو بَكْرٍ وَقَالَ حَبَسْتِ النَّاسَ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَى رَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رُخْصَةَ التَّطَهُّرِ بِالصَّعِيدِ الطَّيِّبِ فَقَامَ الْمُسْلِمُونَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضَرَبُوا بِأَيْدِيهِمْ إِلَى الْأَرْضِ ثُمَّ رَفَعُوا أَيْدِيَهُمْ وَلَمْ يَقْبِضُوا مِنْ التُّرَابِ شَيْئًا فَمَسَحُوا بِهَا وُجُوهَهُمْ وَأَيْدِيَهُمْ إِلَى الْمَنَاكِبِ وَمِنْ بِطُونِ أَيْدِيهِمْ إِلَى الْآبَاطِ

Dari Ammar bin Yasir bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah beristirahat dalam suatu perjalanan di akhir malam di Awwalatul Jaisy (nama suatu tempat dekat Madinah) dan beliau bersama Aisyah. Lalu kalung Aisyah yang terbuat dari manik Zhifar terputus (dan hilang). Karena itu, orang-orang tertahan untuk mencari kalungnya itu sampai fajar menyingsing, sedangkan mereka tidak mempunyai air. Maka Abu Bakar marah kepada Aisyah, dan berkata; Kamu telah menahan orang banyak, sementara mereka tidak mempunyai air. Maka Allah Ta’ala menurunkan (wahyu) kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang rukhshah (keringanan) bersuci dengan debu (tanah) yang baik (suci). Maka berdirilah kaum Muslimin bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian mereka menepukkan tangan ke tanah, lalu mereka angkat tanpa menggenggam debu sedikit pun, kemudian mereka usapkan ke muka dan tangan sampai ke pundak, dan dari bagian dalam tangan sampai ketiak.

[9] – ضعيف جدا. رواه الدارقطني (1806).

[10] – صحيح. رواه أبو داود (338)، والنسائي (113).

[11] – صحيح. رواه البزار (310 زوائد) وما بعده يشهد له.

From → Fiqh

Tinggalkan sebuah Komentar

Tinggalkan komentar